Sabtu, 07 Maret 2015

Kerudung dan Pertolongan Allah

by : Nuri Simfony Kata

Kerudung atau khimar merupakan kain  penutup kepala hingga ke dada. Atribut ini bukanlah hal yang asing bagiku. Sejak kecil orang tuaku sudah mengenalkannya dengan membiasakan memakai kerudung bila ke luar rumah. Semasa kecil yang haus dengan keingintahuan, aku mulai mempertanyakan kewajiban mengenakan jilbab dan kerudung. Mama mengatakan, bahwa jilbab dan kerudung adalah kewajiban seorang muslimah dalam berpakaian. Aku yang masih belum puas dengan jawaban lugas tersebut semakin diburu rasa ingin tahu yang besar. Keingintahuanku membuatku berpikir keras, apakah jilbab hanya sebagai atribut pakaian seorang muslimah yang notabenya menjadi pembeda agama yang dianut?. Sudah sekian kali kutanyakan hal ini kepada yang lebih berilmu dariku, namun jawabannya selalu saja belum memuaskan niatku untuk tulus mengenakan jilbab dan kerudung.
Ada banyak referensi yang telah memberikanku pencerahan, namun semua selalu berbicara tentang dosa-pahala dan surga-neraka. Bukan alasan itu yang ingin ku nilai sebagai jawaban atas kegelisahanku. Aku merasa jika semua ketentuan Allah dikerjakan hanya sebatas imining-iming balasan, rasanya melakukan ketentuan itu layaknya seperti buruh yang meminta upah. Aku tidak menginginkan itu. Namun jika ada yang melakukan karena alasan adanya timbal balik dari setiap amal juga tidak apa-apa. Itu yang dinamakan ikhtilaf manusia. Setiap orang punya pandangan sendiri-sendiri dalam beramal.itu tidak salah.
Ditengah kegelisahanku itu, aku tetap istiqomah dalam mengenakan jilbab dan kerudung, “Ya Allah,sesungguhnya aku mengenakan jilbab dan kerudung karena cintaku padaMu”. Ucapku tulus dalam hati sebagai penebus pertanyaan hatiku sendiri.
Suara alarm dari handphone ku bordering nyaring. Kubuka mataku perlahan sembari meraih handphone yang sembari tadi mengusik tenangnya lelapku. Pukul 01.30 WIB, tertera dilayar handphone seperti tidak bersalah. Kubanting pelan handphone dikasur, aku mencoba menutup mataku kembali, aku masih mengantuk. Perlahan mama mendekatiku, dengan lembut mama berbisik membangunkanku.
“Nur, ayo cepat bangun. Katanya mau ikut abah ke Banjar. Ayo cepat siap-siap nanti ditinggal lho”
“hm. Iya ma. Ini Nur bangun deh” jawabku malas sembari menuju kamar mandi
Aku mempersiapkan diri secara total subuh ini.baju seadanya sudah kumasukkan di dalam ransel. Kerudung hijau telah cantik menjuntai di kepalaku, tidak lupa kaos kaki membungkus kaki, diperaman dengan sepatu plat coklat bermanik.
“Duh cantiknya anak mama. Sebenarnya tidak usah pakai kerudung juga gak apa-apa. Kan didalam mobil juga, gak ada yang liat aurat putri mama”
“Enggak apa-apa ma. Nur mau pakai kerudung adja”
Aku berangakat bersama abah dan adik laki-lakiku, Husin. Perjalanan sangat senyap subuh itu. Nampaknya pukul 02.00 WIB masih melelapkan sebagian besar manusia yang berisik jika matahari telah menampakkan hangatnya. Aku dan adikku kembali terlelap didalam mobil. Dinginnya udara subuh membius kami untuk kembali terlena oleh indahnya bunga mimpi.
“Allahu akbar!” abah berteriak keras
Aku dan adikku terbangun. Aku melihat cahaya putih memenuhi penglihatanku. Derit ban mobil yang direm kuat oleh abah terdengar sangat menyakitkan.
“La haula wa la quwata illabillah” teriakku kaget penuh takut
Duaaaarrrr. Suara hantaman body mobil dengan benda keras seperti sound ketika aku menonton film action. Sedetik kemudian hening tak bersuara.
“Darah....Allahu Akbar, sakit” Adikku menjerit kesakitan didalam gelap
Aku mencoba membuka mata, namun penglihatanku tidak sempurna. Mata sebelah kiriku sulit sekali dibuka, perih.
“Abah, pian bagaimana?” tanya adikku penuh cemas
“Abah, baik-baik saja nak. Hanya kepala abah yang berdarah” jawab abah sedikit lemas.
“Kakak, pian pan bagaimana keadaannya?” tannyanya lagi
“Kakak baik de. Kamu bagaimana keadaannya?” mencoba meraba memastikan utuhnya tubuh adikku.
“Ulun berdarah di wajah kak, kayak robek kulitnya” jawabnya sambil meringis kesakitan.
Aku mulai meraba sekitar, aku ingat tadi sebelum berangkat mama membekaliku dengan air mineral. Setelah aku menemukannya, langsung ku berikan kepada adik dan abah untuk minum sebagai pengganti tenaga dan mencuci luka sebagai pengobatan pertama. Abah telah pulih. Segera beliau keluar mobil dan mendatangi penabrak kami untuk pertnggung jawaban dan meminta bantuan kepada warga sekitar.
Cahaya mulai ada ketika warga berkerumun, aku melihat sebuah truk berisikan batu granit terbalik dan mobil kami penyok parah, untunglah kami dan supir truk itu selamat. Seorang warga menyuruh kami keluar dari mobil, Husin masih bisa keluar walau bajunya penuh darah akibat tetesan darah dari luka robek diwajahnya yang cukup lebar, iapun membuka bajunya dan menekan luka diwajahnya.
Aku lebih beruntung dari luka adikku. Robekkan diwajah tidak sebanyak dia. Kerudungku robek oleh sayatan pecahan kaca mobil. Aku tertolong oleh kerudung hijau yang kini warnanya sudah tidak jelas, antara hijau dan merah karena darah. Aku menekan luka diwajah dengan kain kerudung compang-camping itu agar tidak terus- menerus mengeluarkan darah. Setelah semuanya ditangani pihak berwajib, maka kamipun mendapat pertolongan selanjutnya kepuskesmas terdekat dan kemudian dirujuk ke rumah sakit.
Ini merupakan pertolongan Allah dari istiqomahnya berkerudung. Allah masih memberikanku kesempatan untuk hidup sebagai hamba di duniaNya yang fana ini. Kami dapat berkumpul dalam kehangatan keluarga. Sungguh, suka dan duka itu merupakan ujian dariNya untuk mendapatkan cinta dariNya.
Dari kejadian subuh itu aku menemukan jawaban atas pertanyaanku. Kerudung bukan sekedar kain yang menutupi aurat, lebih dari zahir yang terlihat. Kerudung merupakan bentuk cinta dari seorang hamba kepada Allah, dan bentuk cinta dari Allah kepada hambaNya.

*semoga menginspirasi_^*