Jumat, 15 Oktober 2010

Cantiknya Wanita


Untuk membentuk bibir yang menawan, ucapkanlah kata-kata kebaikan.

Untuk mendapatkan mata yang indah, carilah kebaikan pada setiap orang yang engkau jumpai.

Untuk mendapatkan bentuk badan yang langsing, bagikanlah makanan dengan mereka yang kelaparan.

Untuk mendapatkan sikap tubuh yang indah, berjalanlah dengan segala ilmu pengetahuan, dan engkau tidak akan pernah berjalan sendirian.

Kecantikan wanita bukan terletak pada pakaian yang dikenakan, bukan pada bentuk tubuh, atau cara dia menyisir rambutnya.

Kecantikan wanita terdapat pada mata, cara dia memandang dunia, karena di matanya terletak gerbang menuju ke setiap hati manusia, di mana cinta dapat berkembang.

Kecantikan wanita bukan pada kehalusan wajah, tetapi pada kecantikan yang murni, terpancar pada jiwanya, yang dengan penuh kasih memberikan perhatian dan cinta dia berikan.

Dan kecantikan itu akan tumbuh sepanjang waktu.

Pergaulan Bebas Tanpa Batas


Masa remaja adalah masa pancaroba. Dalam masa ini, seorang remaja akan mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan-perubahan itu seringkali menimbulkan ketidakstabilan yang dapat berujung pada berbagai perilaku menyimpang, seperti keterlibatan narkoba, kehamilan pra-nikah yang menggakibatkan timbulnya berbagai masalah-masalah baru. Akibat-akibat lain dari seks bebas di kalangan remaja ini pun berbagai macam, remaja yang mennjadi pelaku rentan terkena HIV/AIDS, PMS (Penyakit Menular Seksual), KTD (Kehamilan yang tidak diinginkan) hingga aborsi yang dapat menyebabkan cacat permanen atau berujung pada kematian. Padahal remaja adalah generasi penerus bangsa yang berperan penting dalam maju dan mundurnya bangsa ini yang kelak berperan sebagai orang tua, guru, kyai, penghulu, tokoh masyarakat atau pemimpin bangsa ini sesuai minat dan keahlian yang di miliki.
Menyikapi bahayanya pergaulan bebas, kita sebagai generasi muda harus mawas diri, jangan sampai ikut terlibat di dalamnya. Untuk itu diperlukan berbagai upaya pencegahannya. Dalam karya tulis ini kami akan menghadirkan pembahasan upaya pencegahan pergaulan bebas dikalangan remaja sehingga melahirkan generasi muda yang mempunyai SDM yang berkualitas.
Dalam membuka tabir topik ini, berbagai pertanyaan bergulat di dalam pikiran kritis penulis dan mungkin Anda sebagai pembaca juga penasaran atas perputaran klise kehidupan ramaja sekarang. Apakah dampak, faktor, dan sikap remaja terhadap seks bebas untuk membentengi diri agar terhindar dari pergaulan bebas yang meracuni pikiran dan perilaku remaja itu sendiri? Ini merupakan salah satu pertanyaan dari ribuan pertanyaan yang berkecamuk didalam rotasi syaraf otak. Kita tentunya ingin tahu bagaimana solusi terbaik yang dapat diambil generasi muda karena kondisi pergaulan remaja sekarang sangat mengkhawatirkan dan rawan terhadap pergaulan bebas tanpa batas-batas norma dan nilai-nilai yang berlaku.
Penulis akan mengupas secara logis dan real. Bukan dengan pembahasan yang bersifat mengajari, tapi lebih kepada pembahasan yang bersifat obrolan ringan tapi juga serius separeti curhat dengan sahabat (sharing) yang bertujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dengan aplikasi akhlakul karimah (berperilaku yang mulia) di kehidupan remaja.
Mari kita mulai pembahasan ini dengan pemahaman dasar mengenai munculnya istilah pergaulan bebas. Bukankah pepatah lama mengatakan bahwa ”Tak kenal maka tak sayang”. Sebelum kita berbicara lebih jauh tentang seks bebas di kalangan remaja, tak ada salahnya kita membuka pikiran dengan pemahaman dasar tentang paradigma yang kita bahas.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam peradaban umat manusia, kita patut bersyukur dan bangga terhadap hasil cipta karya manusia, karena dapat membawa perubahan yang positif bagi perkembangan/kemajuan industri masyarakat. Tetapi perlu disadari bahwa tidak selamanya perkembangan membawa kepada kemajuan, mungkin bisa saja kemajuan itu dapat membawa kepada kemunduran. Dalam hal ini adalah dampak negatif yang diakibatkan oleh perkembangan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), salah satunya adalah budaya pergaulan bebas tanpa batas.
Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang mengkhatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul yang berlainan jenis tanpa memperhatikan batas-batas tata cara pergaulan yang sesuai dengan kaidah, norma dan nilai-nilai yang berlaku di agama dan masyarakat. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah ”pacaran” sejak awal masa remaja.
Pacar (teman mesra)??? bagi remaja sekarang merupakan hal mutlak yang harus di miliki dan di lakukan di usia belia. Ini merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya seks bebas. Remaja sekarang berpendapat bahwa pacaran merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar yang tidak sedikit adanya pergeseran perilaku ke arah yang negatif, misalnya adanya aksi adu fisik antara tokoh pesaing tersebut (berkelahi). Sungguh kenyataan ini menggelitik akal sehat kita. Sikap tercela tersebut memberikan kita suatu idiologi yang real bahwa remaja sekarang lebih banyak mengadopsi perilaku yang tidak terpelajar. Sehingga kemerosotan moral semakin terpuruk. Padahal remaja adalah generasi yang memegang tongkat estapet masa depan bangsa Indonesia. Ditangan merekalah semua bergantung. Opini tadi memberikan kita ruang untuk merenungkan kembali tentang betapa pentingnya perilaku yang terpelajar untuk Indonesia yang berintegeritas.
Penyelesaian masalah dalam pacaran hendaknya membutuhkan kerja sama orangtua dengan anak. Misalnya, ketika orangtua tidak setuju dengan pacar pilihan si anak. Ketidaksetujuan ini hendaknya diutarakan dengan bijaksana. Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan. Berilah pengertian sebaik-baiknya. Bila tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga untuk menengahinya. Hal yang paling penting di sini adalah adanya komunikasi dua arah antara orang tua dan anak (komunikatif). Orang tua hendaknya menjadi sahabat anak, bukan malah sebagai tokoh diktator di setiap episode usia perkembangan anak. Orangtua hendaknya selalu menjalin dan menjaga komunikasi dua arah dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak merasa takut menyampaikan masalahnya kepada orangtua.
Sebenarnya penulis tidak menyalahkan dengan dalih para remaja sekarang yang menjunjung tinggi perasaan ”cinta mati” yang menjelma antara pemuda dan pemudi. Hal itu bersifat alami, mengingat hormon pubertas yang mulai bekerja secara aktif di usia-usia belia (pubertas). Namun, yang menjadi perhatian sekarang ialah bagaimana kita menyikapi segala perilaku yang kita perankan. Penulis memberi perhatian lebih dan penekanan terhadap efek samping dari pacaran tersebut. Kita tidak bisa menampik segala rasa yang kemudian menjadi bibit-bibit nafsu yang menodai makna cinta suci itu sendiri. Pertama hanya berpegangan tangan, berangkulan, berpelukan dan kemudian making love (berhubungan intim). ”Bukankah pacaran tanpa menyentuh merupakan salah satu ideologi yang kuno?” begitu tanggapan para pelaku pacaran aktif. Sekarang penulis ingin bertanya ”apakah pembaca tinggal diam apabila pasangan kalian pernah di sentuh dan di kotori oleh orang selain Anda? apakah rasa tersakiti melintas di hati Anda walaupun dengan lantang lisan Anda berkata akan menerima dia dengan apa adanya? dan apakah harus cinta suci di kotori dengan perilaku tidak berakhlak yang kita perbuat (seks bebas/kumpul kebo)?”. Renungkan jawaban Anda dan lihatlah hasilnya, sebening apa selaput yang selama ini menutupi pikiran picik kita. Kalau Anda salah satu pelaku ”pacaran aktif (bebas)” segeralah terjaga dari perilaku Anda yang menyesatkan itu, karena yang rugi diri Anda sendiri, bukan orang lain!
Aktifitas seksual pada dasarnya adalah bagian dari naluri yang pemenuhannya sangat dipengaruhi stimulus dari luar tubuh manusia dan alam berfikirnya. Meminimalkan hal-hal yang merangsang, mengekang ledakan nafsu dan menguasainya secara stabil merupakan salah satu cara menjauhkan diri dari seks bebas. Masa remaja memang sangat memperhatikan masalah seksual. Banyak remaja yang menyukai berbagai hal yang berbau porno, baik yang bisa di nikmati secara visual,dan auditorial baik dari media cetak, meaupun elektronik.
Melihat film dan gambar-gambar yang berbau porno merupakan suatu tantangan yang wajib dipenuhi oleh pikiran kotor (Piktor) remaja sekarang. Semakin bertambah jika mereka berhadapan dengan rangsangan seks seperti suara, pembicaran, tulisan, foto, apalagi dengan sentuhan alat kelamin sendiri (onani/masturbasi). Hal ini akan mendorong remaja untuk ”mencoba” mengetahui lebih intim kegiatan seks yang haram tersebut dan ”mempraktekkannya” dengan teman sebaya (pacar), wanita pekerja seks komersial (PSK, atau lebih tidak bermoral ia melakukan ”prakteknya”dengan keluarga sendiri, misalnya saudara perempuannya. Segalanya bukan tidak mungkin, bila nafsu setan sudah menguasai, maka perilaku kita sudah layaknya seperti setan yang paling laknat hidup di bumi. Maka, berhati-hatilah. Jaga jiwa dan raga Anda sebaik-baiknya. Jangan sampai terperdaya dengan tipuan setan yang membutakan segalanya.
Kedua, lingkungan yang tidak baik. Kita tidak dapat menutup mata terhadap lingkungan dan pergaulan yang bersentuhan langsung dengan aktifitas sosial kita. Beragam lapisan masyarakat membaur dan mendoktrin cara kita bertingkah laku. Jadi, cobalah ,tenempatkan diri Anda di lingkungan yang baik sehingga akan membentuk tingkah laku yang selaras, baik di pandangan Tuhan YME., dan makhluk-Nya. Pergaulan yang tidak baik dan membebaskan segala bentuk perilaku seksual berupa hal-hal yang berbau pornografi dan pornoaksi di kalangan anak-anak dan remaja di bawah umur mendorong perkembangan mental yang durjana pada setiap anak bangsa, baik yang sengaja maupun tidak untuk melihat semua media yang tidak senonoh tersebut. Hal ini perlu perhatian total, karena pengaruh lingkungan dan pergaulan berdampak lebih mengena di jiwa-jiwa yang haus dengan keingintahuan yang besar di masa-masa kritis mereka (usia belia).
Ketiga, teman yang memproklamasikan seks bebas sebagai arah kepuasan duniawi yang dicari di hidupnya. Hati-hatilah saat memilih teman, jangan mudah terpengaruh terhadap ajakan-ajakan yang menyimpang dari norma dan nilai-nilai agama. Terkadang teman bisa saja menjadi tokoh yang menjerumuskan ke jurang kegelapan. Biasanya apabila teman kita sudah jatuh kedalam jurang hitam tersebut, maka besar kemungkinan dia mencari teman yang sama seperti yang dia alami. Mereka mempunyai potensi besar untuk menjadikan kamu sebagai tumbal kegelapan hidup.
Tentunya sebagai manusia, dia yang telah terkotori ingin mempunyai teman senasib. ”Bukankah semakin banyak orang yang menanggung suatu masalah akan menjadi lebih ringan apabila di lalui bersama?” Begitu pikiran sesat yang berotasi di otak mereka. Jadi, bentengi diri Anda dengan iman dan pemahaman agama yang baik, sehingga apabila ada yang mencoba mempengaruhi Anda, maka Anda sudah kuat untuk menghindar dari doktrin-doktrin setan tersebut dan alangkah lebih baik apabila Anda berbalik dapat mempengaruhinya agar kembali ke jalan yang benar. Penulis, berpesan apabila pembaca berteman atau bergaul dengan orang-orang yang sesat, maka jangan langsung menjauhinya. Berilah pencerahan jiwa kepada teman anda tersebut, rangkullah dia ke jalan yang di ridhoi Tuhan. Dan apabila dia tetap bersikukuh tidak ingin meninggalkan dunia hitamnya, maka renggangkan jarak antara kalian, serta do’akanlah dia kepada sang Pencipta agar dia kembali meniti jalan kebenaran di hidupnya.
Penulis yakin, setiap agama mengecam bahkan mengutuk perilaku seks bebas, karena memang perilaku setan tersebut mendatangkan berbagai keburukan bagi pelaku, keluarga, dan lingkungan tempat tinggalnya. Tentu telah banyak larangan yang berupa petuah/nasehat dari berbagai kalangan, baik dari pihak orang tua, pendidik, tokoh agama ,serta para medis. Semuanya beragumen senada dangan berbagai presepsi yang berbeda. Selain aib yang dapat merusak citra diri, keluarga dan lingkungan, pergaulan bebas berpotensi membuat kita mengidap penyakit-penyakit bebahaya seperti HIV/AIDS, PMS (Penyakit Menular Seksual), KTD (Kehamilan yang tidak diinginkan) yang berujung pada kematian. Jadi, masih conggakkah jiwa kita yang sarat dengan dosa ini menghadap sang khaliq dengan perilaku tersebut?! Renungkanlah saudaraku, selagi kita belum terlambat! Tuhan masih melimpahkan kasih sayang-Nya yang berlimpah untuk kita syukuri dan nikmati dengan berbuat yang terbaik di sisa umur kita di dunia yang fana ini.
Sebagai sesama remaja, penulis mencoba mengajak pembaca semua untuk merenungi segala faktor, dampak dan sikap kita dalam menghadapi perilaku seks bebas. Kami menyadari gejolak keingintahuan Anda yang sangat besar terhadap segala yang berkaitan dengan ”aktifitas seksual”. Anda boleh mempelajarinya sebagai sex education yang masih mempunyai sekat pemisah antara keingintahuan dan nafsu yang berkuasa. Itu hal yang alami dan wajar bagi kita. Namun, segala perilaku hendaknya di barengi dengan pemikiran yang logis dan terarah tanpa mengedepankan egois untuk ”melakukannya” secara dini.
Ada saatnya nanti kita ”melakukannya”. Itupun apabila fisik, dan spikis kita benar-benar sudah dewasa dan benar-benar telah berhak untuk memiliki pendamping hidup. Terlalu dini buat kita untuk merasakan kenikmatan semu itu dengan cara setan (seks bebas/kumpil kebo). Karena untuk memiliki cinta yang hakiki (aktifitas seksual yang halal) memerlukan penyatuan yang besar, bukan hanya dua hati tapi dua keluarga yang berbeda kultur adat, dan budaya, bahkan boleh jadi stigma bahasa juga.
Penulis menpunyai beberapa solusi atas stigma yang kita obrolkan saat ini. Pertama, adanya PIK- Remaja (pusat informasi kesehatan-remaja) yang memberikan pelayanan konsultasi tentang segala informasi kesehatan, dan curahan hati para remaja yang di tangani oleh remaja juga (konselor sebaya) yang tentu saja dengan bimbingan para pakarnya (psikolog, para medis, dan guru). Media ini sangat efektif untuk remaja sekarang, mengingat remaja mempunyai masalah kesehatan dan kehidupan percintaan yang sangat sensitif di ceritakan kepada orang tua. Mereka takut digurui, selain itu rasa segan yang besar mengluluhkan keinginan untuk berbagi dengan orang tua. Hal ini memberikan ruang yang lebih luas untuk kita berpikir kedepan agar persoalan di berbagai masalah remaja dapat di atasi dan mendapatkan solusi yang terbaik dengan suasana persahabatan.
Kedua, adanya sex education yang di berikan di sekolah, seminar, dan diskusi. Sehingga masalah seks, bukan lagi sebagai hal yang tabu bagi remaja di setiap tingkat usia (remaja awal, remaja madya, dan remaja akhir). Dengan pendekatan ini di harapkan pengetahuan remaja semakin bertambah luas dan tidak terjerumus kepada hal-hal yang mengarah ke arah negatif masalah seksual di usia belia.
Ketiga, hubungan yang komunikatif antara orang tua dan anak memberikan peran lebih intim pada pendekatan pertama pengetahuan seks yang lebih positif. Orang tua bisa mengarahkan ideologi anak dengan penuturan yang real dan logis. Usahakan pendekatan ini bersifat kekeluargaan dan tidak otoriter. Jadilah, sahabat untuk anak di waktu-waktu senggang keluarga. Suguhkan obrolan yang ringan dan diskusi kecil tentang masalah seks dan masalah pribadi (percintaan) yang mengekang anak. Orang tua harus bisa menjadi pendengar dan pemberi sousi yang bijak. Ini menjadi interinsik stimulus yang optimal yang dapat di rasakan remaja secara langsung secara kekeuargaan dan tanpa beban. Singkatnya, keterlibatan semua pihak dalam meluruskan gejolak seksual remaja sangat di perlukan.
Penulis berpesan kepada seluruh remaja Indonesia agar lebih berpikir positif dalam menjalani kehidupan remaja. Nikmati saja masa remaja Anda dengan hal-hal yang lebih bermanfaat, seperti berkompetensi secara sportif dalam akademik, maupun non akademik, mencari teman sebanyak-banyaknya, menambah wawasan dengan banyak berdiskusi dan belajar bersama, dan segudang aktifitas yang lebih bermanfaat dan bahkan dapat mengangkat derajatmu di hadapan Tuhan YME. dan makhluk-Nya. ”Bukankah hal-hal tersebut lebih menyenangkan dan lebih mensucikan hati kita ketimbang melakukan perilaku-perilaku menyimpang seperti seks bebas, narkoba, dan perilaku setan lainnya?”. Jadi, mari kita berpegangan tangan dengan menyatukan tekad membangun bangsa yang lebih sehat dan berintegeritas.
Mari kita sejajarkan Indonesia dengan negara-negara maju di belahan dunia dengan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dalam mengelola rahmat Tuhan melalui sumber daya alam (SDA) yang melimpah di pangkuan bunda pertiwi ini. Jangan pernah kita mengendurkan semangat anak bangsa dengan perilaku-perilaku yang mencoreng citra bangsa. Jangan biarkan negara lain memandang Negara Indonesia dengan sebelah mata. Kita harus tunjukkan pada dunia kalau kita berhak ”di segani” sebagai negara yang makmur, sejahtera dan berwawasan luas.

Senin, 04 Oktober 2010

Tangis Bisu Ayah


Daun pepohonan bergerak berisik. Bergoyang, tersentuh hembusan angin darat yang mulai berpancaroba dengan angin laut. Kokok ayam jago bersahutan dengan nyaringnya, seakan berteriak bahwa “malam telah usai, dan sambutlah pagi yang menggairahkan!”. Daun-daun yang menghijau tertunduk malu, sarat dengan butiran titik-titik bening di permukaannya. Kedamaian itu menyapa sang mentari yang mulai merangkak naik menyinari bumi dengan kehangatannya yang sempurna dan memberi warna-warni yang penuh pada bulatnya embun, sebelum jatuh dan terhisap pasir-pasir yang garang kehausan.
Jauh sebelum segala proses alam itu menyapa, di sebuah rumah petak berdinding kayu ulin dan berlantai kayu yang serupa, telah ramai. Menunjukkan di mulainya aktifitas di pagi buta. Saat semua mata manusia lekat dan merapat. Enggan berpisah dengan selimut, bantal dan guling. Raga manusia kala itu benar-benar terjerat erat, tidak bergeser seincipun dari kasur tempatnya terlelap meskipun suara surga memanggil untuk menghadap-Nya. Meninggalkan segala jeruji setan untuk tetap terlelap meraih bunga mimpi yang makin di bumbui keindahan-keindahan maya, dan menggantinya dengan sujud kepada sang penguasa nadi kehidupan, Aza wajalla.
Sholat tahajjud di gelar satu keluarga pukul 02.30 dini hari. Imam sholat itu adalah seorang pria yang sudah cukup berumur yang di sebut ” ayah” oleh empat putra putrinya. Sang ibu bersyaf rata bersama ketiga putrinya di belakang sang suami dan seorang anak laki-lakinya. Jama’ah perindu kalamullah itu begitu khusyuk menjalan perintah sang khaliq dengan meresapi setiap gerakan sholat. Wajahnya yang mulai menua tidak sedikitpun menghalangi pancaran cahaya bijaksana dan pekerja keras dalam ketenangan geraknya. Guratan-guratan keriput di wajahnya menjadi bukti betapa umur telah menggerogoti raganya. Kulitnya yang coklat kemerahan membalut tubuh yang berporsi sedang, melambangkan betapa keras perjuangannya selama ini. Mereka bertasbih dengan mengagungkan asma-asma pencipta semesta beserta isinya. Mereka benar-benar terlena dalam kesyahduan cinta kepada-Nya. Subuh pun menjelang, mereka berdiri lagi dan siap bercinta dengan-Nya kembali dalam setiap gerak sholat dengan kekhusyu’an sang insan dihadapan gusti Allah.

”Bu, ayah berangkat narik penumpang ya. Sekalian ngantar anak-anak pergi ke sekolah. Do’akan ayah agar dapat penumpang yang banyak supaya dapat menyetor uang lebih banyak kepada istriku tercinta hari ini”. Pamit pak Arif kepada istrinya sambil tersenyum genit. Sang istri tersipu malu sambil mencium punggung tangan suaminya dengan penuh kasih.
”Insyaallah, amin Ya Rabb! rejeki di tangan Allah dan kita berkewajiban untuk mencarinya dengan cara yang di ridhoi-Nya di muka bumi ini. Semoga Engkau limpahkan rejeki yang halal dan barokah kepada suamiku hari ini. Amin! Hati-hati di jalan ya”. Jawab bu Iffah lembut. Keempat anak-anaknya pun bergantian menciumi punggung tangan sang ayah dan ibu secara bergantian setelah itu. Semuanya tersenyum bahagia.

”Assalamua’alaikum .....!!!”. Kata anak anak berserta suaminya serempak dengan nyaring.
”Walaikum’salam”. Jawab bu Iffah tenang sambil mengeleng-gelengkan kepala melihat wajah ceria semua malaikat hatinya hari ini. Jilbab panjangnya berkibar perlahan di mainkan angin yang lembut.


Bumi terus berevolusi dan berotasi sesuai dengan ketetapan Allah SWT. Tanpa membangkang sedikitpun. Tidak seperti manusia yang mudah sekali khilaf dalam menjalankan perintah-Nya.
Segalanya berlalu dengan cepat, sedangkan kebutuhan semakin meningkat. Kenaikan harga kebutuhan pokok semakin melejit naik seperti roket yang siap mengambang di angkasa. Kehidupan semakin pelik bagi masyarakat lapisan menengah kebawah. Kemiskinan, kebodohan, buruknya kesehatan, krisis moral dan tingginya tindak kriminalitas menjadi perhatian utama pemerintah Indonesia. Namun apa yang malah mereka perbuat? Para tokoh-tokoh terhormat yang mengaku sebagai ”wakil rakyat” semakin membuat kondisi semakin sekarat dengan melakukan tindakan KKN. Mereka menyebut dirinya orang-orang terpelajar, tapi sungguh mengecewakan. Mereka dengan wajah tidak bersalah melakukan perilaku yang kurang ajar. Dimana letak posisi pemimpin didiri mereka?mengapa meteri menggelapkan jiwa dan malah tertawa saat linangan air mata kelaparan dan keterpurukan membayangi rakyat jelata?dimanakah hati nurani terpatri kini? Hanya renung yang dapat jernihkan hati.

”Ayah, ibu sudah tidak tahu lagi bagaimana mengelola pengeluaran sehari-hari dengan hemat. Rasanya semua cara telah ibu lakukan untuk meminimalisir pengeluaran, tapi sia-sia. Padahal semua anak-anak kita bersekolah dan setiap bulannya SPP mereka harus di bayar. Apakah kita harus mengorbankan salah satu anak kita untuk berhenti sekolah, yah?keuangan kita semakin menipis, bahkan untuk makan sehari-haripun rasanya tidak mencukupi. Ibu benar-benar bingung. Sungguh ini kondisi paceklik yang mencekik”. Keluh bu Iffah tertunduk letih. Wajahnya muram gambaran beratnya perasaan dan pikiran yang mengekangnya.

Pak Arif mendesah sesaat lalu berucap seraya memandang tegas sang istri yang sedang gelisah menanggung beratnya hidup dengan sabar.

”Inalillahi wa inna lillahi rojiun. La haula wala kuwata illabillahilali’il azim. Sabarlah bu, anggap ini ujian dari Allah kepada hambanya. Kita hanya bisa berusaha dan bertawakal atas keketapan-Nya. Menanggapi usul ibu, ayah rasa itu bukan solusi terbaik dari masalah ini. Malah dengan memberhentikan salah satu anak kita dari sekolahnya akan menambah masalah baru bagi kita. Coba ibu pikir, kita ini tidak punya pangkat, dan materi yang patut di banggakan. Kita hanya lulusan SMP yang berwawasan minim. Padahal persaingann semakin ketat di segala bidang. Globalisasi semakin merajai dunia. Selain ilmu apa lagi yang bisa melawan semua itu?hanya ilmu yang dapat mengangkat derajat seorang manusia di hadapan Allah dan makhluk-Nya. Haruskah kita mengulang nasib kita yang tersingkir dari ketidakmampuan bernafas lega dalam mengarungi hidup yang layaknya seperti rimba saja untuk anak-anak kita?tidak bu, ayah tidak akan membiarkan hal itu. Anak-anak kita harus tetap mengenyam pendidikan yang tinggi hingga mereka dapat berkehidupan yang layak seperti orang-orang lainnya. Cukup kita yang merasakan kepedihan. Ayah ingin kelak mereka dapat tersenyum bahagia atas kesuksesan yang di raihnya”. Jelas Pak Arif panjang lebar seraya merangkul sang istri mesra.
”Maafkan ibu, yah. Ibu terlalu mudah putus asa dan tidak bisa berpikir jernih untuk solusi masalah ini. Ibu benar-benar malu atas rapuhnya ideologi yang ibu anut selama ini. Ibu, tidak pantas jadi ibu yang baik untuk teladan anak-anak”. Ibu Iffah mulai terisak menyadari kesalahannya.
”Kita saling introfeksi diri. Ayah juga andil alih dalam masalah ini. Mulai besok ayah akan mulai menarik penumpang lebih banyak lagi, bila perlu ayah akan mencari pekerjaan lain untuk menambah penghasilan kita. Ibu do’akan saja, semoga ridha Allah terlimpah kepada kita sehingga jalan mencari rejeki yang halal dan berlimpah terbuka lebar. Ibu jangan menangis lagi dong. Malu kan kalau di lihat anak-anak. Senyum ya? Nah, gitu kan cantik”. Tanggap Pak Arif sedikit merayu. Bu Iffah pun tersipu malu. Merah dadu di pipinya kini tidak dapat di tutupi lagi. Pak arif semakin gemas melihat tingkah istrinya itu. Dia sungguh mencintai istrinya. Tidak pernah sedikitpun terbersit di hatinya untuk berpaling dan membagi ke bahagiaanya dengan cinta hawa yang yang lain.


”Para peserta atletik jarak 1500 meter tingkat provinsi Kalimantan Tengah di harap bersiap-siap di garis start”. Suara panitia lomba memalui pengeras suara membahana di lapangan sanaman mantikey.

Fayza mendekati tepat yang di maksud. 023 adalah nomor dada lari jarak jauh menengah yang di ikutinya. Fayza menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan melalui mulut untuk mengatur pernapasan yang sedikit terganggu oleh debaran jantung yang menggebu di dadanya. Tubuhnya yang berporsi sedang sedikit merasa ciut melihat lawan-lawannya kini. Tinggi gadis itu hanya 153 cm, jauh dari rival-rivalnya yang tingginya sekitar 165 cm. Pesimis mulai mengerogoti rasa percaya dirinya saat ini. Dia merasa sudah kalah sebelum bertanding.
”Tidak!aku tidak boleh seperti ini aku harus bisa. Aku akan mempersembahkan kemenangan ini kepada ayah dan ibuku. Aku ingin mereka tersenyum bangga atas prestasi yang ku raih dengan usahaku sendiri. Bismillahirrohmanirrohim. Aku berjuang karena Engkau Ya Allah, bantulah hambamu ini. Amin!”.suara batinnya menguatkan.
Fayza mempersiapkan diri sebaik mungkin di sela waktu yang semakin menghimpit. Sesekali dia menebar pandang dan berkenalan dengan peserta lain. ”Walaupun mereka adalah rivalku saat ini tapi mereka adalah keluarga bagiku. Tiada salahnya untuk menambah teman dan menjaga silaturahim. Berta’aruf itu hal yang menyenangkan”. Bisiknya membatin.
Satu persatu nomor dada peserta atletik jarak jauh menengah putri di panggil. Mereka mengerahkan segala kemampuan yang di miliki seoptimal mungkin, begitupun Fayza yang kini masih terengah-engah mengatur nafas yang hampir putus. Fayza tidak menyangka ternyata dirinya menang di penyisihan dan semi final. Kini dia sedang di beri pengarahan lebih serius dari pelatihnya. Fayza menyimak semua penuturan Pak Subaryo dengan patuh. Dia sungguh berterima kasih atas kedisiplinan yang di terapkan pelatihnya saat latihan lari sebelum lomba sehingga berbuah kelincahan, kegesitan, dan kecepatan berlari yang mengagumkan dari tubuh mungil Fayza.

”Para peserta putri atletik jarak 1500 meter yang masuk final agar mempersiapkan diri di depan garis start”. Sekali lagi suara panitia lomba membahana memberikan komandonya lagi melalui pengeras suara.
” Peserta nomor dada 003, 015, 017,023, dan 053 bersiap di garis start. Apakah semua lengkap?”. Absen salah satu panitia mengecek kehadiran peserta lomba.
”Ya”. Jawab peserta serempak.
”Baiklah, siap.......bersedia,....ya…!!!!” aba-aba juri dengan nyaring kepada seluruh peserta atletik yang masul final seraya menembakkan pistol gas ke udara bebas. Para peserta lari yang berancang-ancang dengan posisi start berdiri mengayunkan kaki secepat mungkin menjauhi garis start. Jauhnya jarak yang di tempuh mengetirkan langkah-langkah gesit para peserta. Mereka saling mendahului satu sama lain. Fayza merasakan kakinya tiba-tiba keram saat jarak tinggal 500 meter lagi. Terasa berat mentuk mengayunkan kaki lebih cepat.kecepatan larinya mulai berkurang, wajahnya memerah menahan sakit. Sorak sorai para penonton seakan menjadi gerakan slow action seperti di film-film baginya. Pandangannya mulai mengabur. Kepalanya sakit berdenyut.
”Ya Allah, hamba bukanlah siapa-siapa. Hamba bukanlah anak yang pintar dalam akademik seperti adik laki-lakiku Hasan, bukan pula anak yang memiliki bakat dalam seni vokal seperti adikku Zahra, dan bukan pula anak yang memiliki paras yang cantik seperti Amani adik bungsu ku. Tapi, aku hanya punya semangat dan daya bertahan dalam berjuang di jalan-Mu Ya Allah. Kiranya hanya itu kemampuan yang hamba punya sebagai anak sulung. Hamba hanya ingin ayah dan ibu tersenyum bangga kepadaku. Hanya itu, maka tolong kuatkan hamba. Hamba hanya percaya kepada kekuasaan-Mu Ya Allah”. Jerit batin Fayza di sela larinya.
Allah Maha Tahu dan Maha Kuasa. Allah akan menolong hambanya yang dalam kesusahan karena ingat kepada-Nya dalam suka maupun duka. Keajaibanpun terjadi, rasa yang begitu menekan laju lari Fayza hilang seketika. Seolah mendapat kekuatan baru Fayza berlari sekuat tenaga yang tersisa dengan terus-menerus bertasbih di dalam hatinya. Fayza melewati garis finis secepat kilat menyapu gelapnya hari yang temaram. Fayza menjadi juara pertama dalam atletik jarak 1500 meter katagoro putri di provinsi Kalimantan Tengah dan berhak mengikuti PON di DKI. Jogyakarta. Beasiswa dan kesempatan masuk universitas favorit di kota cantik Palangka Raya berada di genggaman Fayza. Semua penonton bersorak-sorai menyambut pemenang lomba atletik putri hari ini. Pak Subaryo pun hanya dapat menepuk-nepuk bangga punggung Fayza yang basah dengan keringat.


Fayza berlari riang melewati gang-gang kecil menuju rumahnya. Dia tidak peduli tatapan heran para tetangga melihat perilaku Fayza yang pulang membawa tropy besar keemasan di tangannya dengan butir bening di sudut matanya yang bergelayut hangat meleleh di pipi yang memerah. Dia sungguh bahagia dan sangat bersyukur kepada Allah. Ibunya tidak kalah terkejut dan terharu atas prestasi yang dibawa anaknya. Hanya permata yangjatuh bergeming di sela senyum bangga kepada putri sulungnya itu.
Semua larut dalam kebahagiaan yang tiada tara di hadapan sang Khaliq. Mereka bersujud dalam remangnya matahari yang kini berganti dengan teduh sinar sang rembulan dan kerlap-kerlip bintang dimalam kelam.
Pukul 00.30 Bu Iffah tetap terjaga dengan perasaan gelisah.” Apa gerangan yang terjadi pada suamiku saat ini? Apa ada sesuatu yang terjadi pada suamiku Ya Allah? Tidak biasanya suamiku tidak pulang selarut ini. Lindungi dia Ya Allah”.Runtuk Bu Iffah galau di dalam hati.anak-anaknya tertidur pulas berjajar di kasur yang tipis. Mereka terlihat bahagia, bersih, dan tidak berdosa. Pemandangan ini membuat hati Bu Iffah sedikit tenang. ”Mereka sudah besar rupanya. Akh, terlalu indah mereka menghiasi hidup kami. Engkau terlalu baik Ya Allah menitipkan malaikat-malaikat kecil ini di genggaman kami. Terima kasih Ya Allah”. Sua Bu Iffah setengah berbisik, takut suaranya membangunkan anak-anaknya yang menarik nafas teratur. Bu iffah duduk di kursi tua yang terlihat kusam warnanya. Dia lelah sekali, suara detik-detik jam dindingpun mulai menina bobo hati yang masih cemas menunggu kedatangan suaminya. Diapun terlelap dalam batin yang terus berharap.
”Astagfirullah, sudah jam berapa ini?”. Panik Bu Iffah sambil melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 04.40 WIB. Segera di bangunkan anaknya dengan lembut untuk segera mengambil air wudhu mengerjakan sholat subuh. Semuanya bangun dengan patuh menghadap sang penguasa nadi kehidupan, Azza wa Jalla.


”Ayah, mengapa kau pergi secepat ini?! Ayah tidak sayang lagi ya dengan Amani, kakak dan ibu?” teriak Amani nyaring dengan cucuran air mata sambil menggoncangkan raga yang terbujur kaku di hadapanya. Pak Arif telah di panggil Yang Kuasa.

Ruangan UGD Dr. Doris Syilfanus yang bercat putih dan semerbak bau obat menyengat indera mereka. Hasan dan Zahra mencoba menenangkan sikap Amani yang tidak terkendali dengan sayatan luka di hatinya yang menggangga lebar. Sungguh mereka tidak tahan berada di kondisi ini. Fayza pun hanya dapat segugukan menggigit bibir kuat-kuat agar tangisnya tidak meledak. Bagaimanapun dia adalah anak sulung yang harus tegar dalam kondisi apapun, apalagi kini dia tengah memeluk ibunya hangat mengantikan bahu ayahnya yang menjadi sandaran disaat ibunya sedih. Ibunya lemas tidak kuat menahan jiwanya yang meronta, hingga air matanya kini sudah kering, segersang gurun tanpa oase. Tatapannya kosong.terlalu sakit kenyataan ini menampar relung jiwa keluarga ini.
Pak Arif meninggal saat dia hendak pulang ke rumahnya. Senja saat itu merupakan eksotisme yang dia lihat terakhir kalinya di muka bumi. Sebuah truk melaju ugal-ugalan di jalan dan menabrak mobil angkutan Pak Arif dengan kasar. Pak Arif terjengkang berlumuran darah. Suara adzan magrib kala itu adalah suara terindah yang di dengar Pak Arif saat dia menghadap sang pemilik jiwa dan raga semua manusia. Foto keluarga yang sederhana setia terpajang di mobil angkutannya kini terpecah di samping raga Pak Arif yang tidak bernyawa lagi. Foto itu sekarang ada di tangan Fayza, foto keluarga yang berbercak darah itu menjadi wasiat terakhir dari Ayahnya untuknya dan adik-adiknya. Di balik foto itu ada tulisan sederhana yang merenyuhkan jiwanya. Bukti tulus perjuangan terakhir impian ayah terhadap pendidikan anak-anaknya.

”Berjuanglah demi masa depanmu anakku. Raihlah impianmu dengan ilmu dan takwa kepada-Nya. Ayah dan ibu selalu mendoakanmu”.