Rabu, 04 Agustus 2010

11 Oktober 2009

Laksana semesta kau membuatku terpesona
Mengalihkan semua indera yang ku punya
Diam seribu bahasa dan hanya hati yang dapat bersua....
Diriku terpesona dengan sebuah kesempurnan indah akhlakmu.…



Pagi menjelang siang. Jam telah menunjukkan jam 07.50 WIB. Segera kulangkahkan kaki masuk ke dalam mobil angkutan umum ayahku, sebelumnya ku lihat pakaian yang aku kenakan sekali lagi, meneliti dengan seksama bagaimana hasil dandananku selama 30 menit.”Perfect!” ponisku seraya tersenyum. Pakaianku hari ini agak berbeda dari hari biasa. Aku mengenakan seragam batik berwarna biru dan rok hitam polos, tidak lupa kaca mata minus membingkai mata indahku serta sepatu balet berwarna coklat menghiasi kakiku sekarang. Buku tebal berwarna hijau dan kartu peserta telah kumasukkan ke dalam tas selempang berwarna kream tergeletak pasrah mendampingiku. Penampilanku sungguh 100% seperti dosen yang ingin mengajar para mahasiswanya, Oh My God!

“Ma, do’akan Nurpah ya...supaya hari ini bisa juara.” pintaku tulus seraya berpamitan dengan mama.
“Iy, mama do’akan. Semoga Nurpah juara. Amin!” tanggap mama tersenyum.
“Mama memang baik!”pujiku sambil menciun punggung tangan dan kedua pipi beliau.
“Ayah, ngebut dong. Sebentar lagi Nurpah terlambat nih” panikku setelah duduk di dalam mobil.
“Iy, sabar. “ jawab ayah tanpa mengalihkan pandangan fokus ke jalan.

Aku kembali membolak-balikkan buku KTIR yang akan kupresentasikan hari ini dengan seksama demi membunuh rasa tidak sabaranku yang memuncak ke ubun-ubun. Tidak lama ayah menghentikan mobil angkutannya di depan auditorium PT. STAIN. Aku tersenyum lega. Segera ku berpamitan dengan ayah seraya minta do’a. Ayah mengamini pemintaanku dengan wajah bangga dan seyum ramahnya. “Aku tidak akan mengecewakanmu ayah!” janjiku dalam hati.
Ku langkahkan kaki dengan ringan menuju gedung auditorium bersama Mega Aldona Eeronika, teman sekaligu rivalku hari ini. Kami mengisi daftar hadir peserta di depan pintu gedung. Piagam dan peralatan tulis menjadi buah tangan yang kami peroleh saat melewati daftar hadir peserta. Aku sungguh bahagia.
Udara AC menyambut kedatangan kami saat melangkahkan kaki ke dalam gedung yang berarsitektur apik dan megah. Lagu-lagu islami mengalun merdu, mententramkan indera pendengaran kami. Aku dan mega sepakat duduk di deretan bangku di belakang juri.
Acara dimulai denggan sambutan para pelaksana lomba dan tokoh-tokoh pendukung acara ini terwujud. Mataku berekspedisi ke seluluh para peserta yang akan tampil dan sungguh aku terkagum. Semua berpakaian rapi dan nampak berwibawa. Di wajah mereka menyiratkan kecerdasan yang patut di acungi jempol. Nyaliku sedikit ciut, namun kecoba meyakinkan diri kalu aku juga layak untuk di perhitungkan.
Lomba pertama adalah lomba pidato 3 bahasa (Inggris, Indonesia, dan Arab) yang di ikuti oleh pelajar SMA/SMK/MA dan Mahasiswa/i se-Kota Palangka Raya. Semua peserta menyampaikan pidatonya dengan sangat memukau Indera visual dan audotorialku. Bahasa, materi, dan gaya penyampaian sungguh berbobot dan mencerahkan pemikiran. Aku yakin, kalau semua anak Indonesia berpikiran seperti mereka, maka Indonesia dapat maju dan sejajar dengan negara-negara lain yang telah maju di dunia.
Jam telah menunjukkan pukul 10.00 WIB. Pergantian lomba akan segera di lakukan. Panitia sibuk mengecek para peserta yang akan bersiap untuk tampil dalam lomba Karya Tulis Remaja (LKTIR) 3 bahasa (Inggris, Indonesia, dan Arab) yang di ikuti oleh pelajar SMA/SMK/MA dan Mahasiswa/i se-Kota Palangka Raya.
Mega membuyarkan rasa deg-degan ku dengan berbisik pelan ke telingaku, ”Nur, coba deh kamuu liat ke belakang kamu. Ada Risma dan Dwi Borneo lho?” aku terkejut dan segera mungkin menoleh kebelakang. Teryata benar, mereka adalah Risma Wardani dan Dwi Borneo, teman MTs ku dulu di MTsN-2. mereka tesentum dan membalas sapaanku dengan ramah. Tidak banyak yang berubah dari mereka berdua. Rame dan penuh canda. Sungguh pribadi yang menyenangkan Mereka bercerita panjang lebar tentang sekolah mereka sekarang. STM jurusan komputer, menjadi pilihan mereka selepas lulus dari MTsN-2.
”Kalian disini ikut lomba atau menemani teman yang ikut lomba?” tanyaku penasaran.
Mereka tertawa jahil.mencurigakan!seorang panitia menghampiri kami. Ia mengabsen kehadiran para peserta yang akan tampil. Aku mendapat kesempatan pertama yang akan maju mempresentasikan dan mempertahankan tesisku. Sesuatu yang menarik, sehingga jantungku berdebar tidak tenang. Ternyata Risma dan Dwi ikut dalam perlombaan ini.
”Dwi borneo dari STM, ada?” tanya panitia mengabsensi.
“Dia tidak hadir kak.” Serobot Dwi cepat di iringi tatapan penuh Tanya dariku dan tatapan penuh pengharapan agar aku membungkam mulutku untuk berbicaca bahwa orang yang di cari panitia absensi adalah DIRINYA.
“Ya sudah, kalu begitu, Dwi Borneo di diskualifikasi.” Kata kakak panitia seraya mengabsensi peserta lain di iringi desahan dan belaian tangan Dwi ke dadanya tanda kelegaan yang besar.
“Jadi, kamu ikut juga dalam lomba KTIR ini?tapi, kenapa kamu tadi berbohong?” selidikku.
“Aku belum selesai mengerjakan karyaku Nur, aku malas.” Akunya kemudian dengan seyum jahilnya.
“Dasar kamu ini.” Gerutuku sambil tertawa bersama.
“Apa kalian saja yang ikut LKTIR ini? Ada yang lain?”.
”Ada. Tapi cowok.Namanya Reza Wahyu Firdaus, anak XI listrik 2” kata Risma seraya menunjuk seorang cowok berkoko putih lengkap dengan celana coklat kain yang melekat di tubuhnya yang tengah menunduk duduk di deretan peserta laki-laki.
Aku terpana sejenak, lalu ku alihkan pandangan dengan maksud baik untuk mengajaknya bergabung dengan kami. Jujur aku adalah seorang yang suka berteman dengan siapa saja. Tapi....
”Wah...kalu dia, susah Nur ae. Orangnya tertutup dan alim banget. Mana mau dia gabung ke sini.“ Ungkap Risma jujur.
”memangnya kalu di sekolah orangnya seperti apa?“ tanyaku penasaran
"Iya Nur ae, dia kalau di sekolah dia itu pendiam dan sering ke musola. Yah gak mau dekat-dekat sama cewek lah. Padahal banyak yang suka sama dia loh.” kata Dwi serius.
”Wah, jangan-jangan dia...HOMO lage. Ih amit-amit.“ Gelidikku ngeri.
'’HUSSS...“ sentak Risma, Dwi, dan Mega bersamaan.
”Bukan begitu. Ada-ada aja kamu ini.“ tambah mega menegur khayalanku yang kurang realistis.
”Yah...siapa tahu. Aku kan hanya menduga-duga.” usahaku mencoba membela diri dari tatapan mereka bertiga yang tidak setuju dengan opiniku.
”Hm...kalau mau, kamu coba ajak dia. Nih aku punya nomor handphonenya tawar Risma dan Dwi tulus.
”Boleh juga...mana?” aku mulai mengetik deretan angka yang dibacakan oleh Dwi, lalu jari jemariku mulai mengetikderetan huruf yang penuh ajakan berniat tulus untuk berta’aruf dan bergabung dan ku tekan tombol KIRIM dengan lincah.
Selang beberapa menit kemudian handphoneku bergetar. Dan mataku mendapati nama REZA W.F. tetera di layar Motorola L6 ku. Ajakanku ditolak dengan halus! Kata-kata di SMSnya cukup singkat dan padat. Namun, tersirat bahasa kata yang di gunakan dengan sopan dan hati-hati. Walaupun sedikit kecewa, aku menatap kearahnya. Aku tersenyum simpul dan mendapat balasan yang serupa. Aku tidak bisa memaksa cowok polos itu. ”Dia cukup menarik!” pikirku jahil. Hormon pubertas memang kadang nakal.
”Kalau kamu bisa mendapatkan dia. Wah, kamu hebat Nur ae!” tantang Risma.
"Wah...kayak enggak kenal aku aja. Apa sih yang enggak. Aku kan cewek romantis.“kataku jahil di iringi tawa geli Mega melihat tingkahku.
“Aku dukung deh. Tapi, ntar kalau ada perkembangan lebih lanjut, kabari aku ya.“ Pinta Dwi semangat dan sedikit centil.
“Beres!“ kataku menanggapi.

Lomba KTIR sudah dimulai. Aku mempersiapkan mentalku sebaik mungkin. Namaku menggema keseluruh gedung megah aditorium STAIN saat di panggil untuk mempresentasikan karya Tulis Ilmiah yang ku ikut sertakan dalam lomba ini ”Membanngun Bangsa Dengan Belajar” itulah tesis yang mati-matian akan ku pertahankan di hadapan juri hari ini. Kulangkahkan kaki dengan sedikit gugup. Aku mencoba tersenyum santai didepan puluhan pasang mata yang menatapku, tidak terkecuali tiga orang dosen berpengalaman yang tepat berada di depanku yang menjadi juri terhomatku hari ini. Kritikan dan pujian keluar dari mulut para juri atas karya yang ku presentasikan. Tesisku benar-benar di uji pertahananya. Dengan mencoba tenang dan serealitis aku menjawab pertanyaan juri yang bertubi-tubi dan mencoba mengunci mulutku. Aku tetap kukuh atas jawabanku dan kulihat para juri sudah mulai menilai penampilanku tadi. Setelah mengucap salam, tepukan tangan membahana memenuhi ruangan. Aku kembali duduk dan meluruskan nafasku yang tadi sedikit tertahan akibat rasa gugupku. Wajahku merah padam, tapi hatiku tenang dan lega setelah tampil.
Satu persatu peserta mempresentasikan hasil karya ilmiahnya. Mega nampaknya membuat para juri terpukau dengan KIR tentang ”Pemanpaatan Ketepeng Cina Sebagai Pengawet Alami”, dan Risma tentang ’’Pemuda Di Era Globalisasi” yang mengundang banyak perhatian juri dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.
Pera Mahasiswa/i tidak kalah menarik materi yang mereka presentasikan. Aku sedikit pesimis dengan karyaku. Tapi, ya sudahlah. Aku hanya dapat memasrahkan segalanya di tangan Allah semua keputusan yang terbaik. Tiba giliran Reza, memprsentasikan KTIRnya di hadapan juri. Nomor peserta 11, menarik perhatianku. Anak yang beruntung. Itu angka favoritku. Dia menyampaikan karyanya dengan santun dan hati-hati, tampak oleh indera visualku kegugupan menyelimutinya tap, aku kagum dengan usahanya yang cukup tenang dalam mempresentasikan dan menjawab pertanyaan juri. Karyanya bermuatan ”pergaulan para remaja sekarang menurut pandangan agama” cukup fantastic bagiku, karena di jaman yang mengglobal seperti sekarang jaramg ada remaja yang berpandangan kritis yang berlandaskan hukum agama yang hakiki. Aku benar-benar terpesona. Bukan karena jahirnya yang tampan tapi, karena ketampanan akhlaknya yang menarik hormon pubertasku bekerja. Dia sudah jadi magnet bagi hatiku._^
Pengumumanpun tiba. Jam telah menunjukkan pukul 12.20 WIB. Panitia memanggil para peserta yang beruntung menjadi sang juara. Mega menjadi juara pertama, aku juara ke 2 ,dan Risma juara ke 3 LKTIR Putri dan teryata cowok bernama Reza Wahyu Firdau yang sejak tadi menyita perhatianku menjadi juara 1 putra. ”Hm...boleh juga nih cowok. Nanti aku ininmengucapkan selamat deh.” kataku tulus membatin.
Aku setengah berlari menghampiri Reza, cowok itu tampak heran dengan tingkahku yang memanggil namanya dengan setengah berteriak. Dengan spontan ku ulurkan tanganku ke hadapannya dan mengucapkan ”selamat ya!” dengan tulus dan bersemangat. Dia malah tersenyum simpul seraya merapatkan tangannya ke dada dan membungkuk. ”terima kasih” katanya singkat seraya tersenyum dan berlalu pergi meninggalkanku. Perasaanku benar-benar campur aduk, antara kagum, kesal, dan bingung dengan sikap dan perilakuku sendiri. Teman-teman dan beberapa juri, serta panitia yang menyaksikan kejadian itu tersenyum dan malah ada yang tertawa gelak. Aku benar-benar malu. Bila di pikir secara logis , aku benar-benar tidak punya malu dan pikiran yang realistis atas tindakan yang barusan terjadi. Aku serang wanita berjilbab dari MAN Model di permalukan oleh akhlak mulia seorang laki-laki dari STM yang nyata-nyata pendidikan agamanya sedikit di banding sekolahku. Aku benar-benar kalah telak dan tidak dapat berkutik. ” Aku benci cowok yang bernama Reza Washyu Firdaus!” teriak batinku yang sedikit nyilu.
Sepanjang perjalanan menuju mesjid STAIN aku mengerutu. Mega menjadi pendengar setiaku yang tidak henti-hentinya tertawa oleh ekspresi kemarahan yang aku luapkan untuk Reza. Sesampainya aku di mesjid STAIN ku ambil air wudu yang menyejukkan hati dan pikiranku. Rumah Allah telah melenyapkan semua amarah yang membuat mata hatiku mati. Nuraniku benar-benar tercemar tadi dan terbasuh oleh butiran air yang ku usapkan ke bagian anggota wudu, menyentuh kulit dan meresap ke dalam hatiku yang tersembunyi di balik jeruji raga.
Seusai sholat, Mega di jemput. Aku berjalan sendiri menelusuri jalan di depan mesjid sampai akhirnya kak Bariah yang tadi mendapat juara 3 pidato menawarkan tumpangan sepeda motornya kepadaku. Dengan senang hati aku mengiyakan tawarannya. Diperjalanan handphoneku bergetar. Tertera nama cowok yang tadi sempat kubenci di layar Motorola L6 ku. Kubaca perlahan barisan kalimat yang berbaris rapi.

tDi aQ mlHtmU di mEsjid....Slmt atas kemenangan Qm!..thAnk’s atS ucPnmU tDi...

jari jemariku dengan lincah membalas SMS itu dengan deretan huruf yang lebih santun dari gerutuku ketika amarah mamatikan mata hatilu, melenyapkan nurani di kalbu. ”Dia teryata tidak seburuk yang aku pikirkan. Aku sudah su’uzon menuduhnya yang tidak-tidak. Aku akan memperbaiki pandanganku terhadapnya. Semoga ukhuah terjalin saat ini menjadi hubungan yang baik selamanya.” suara batinku seraya tersenyum tulus. Angin yang menerpa kulitku mengiyakan keputusanku.^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar