Jumat, 15 Oktober 2010

Pergaulan Bebas Tanpa Batas


Masa remaja adalah masa pancaroba. Dalam masa ini, seorang remaja akan mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan-perubahan itu seringkali menimbulkan ketidakstabilan yang dapat berujung pada berbagai perilaku menyimpang, seperti keterlibatan narkoba, kehamilan pra-nikah yang menggakibatkan timbulnya berbagai masalah-masalah baru. Akibat-akibat lain dari seks bebas di kalangan remaja ini pun berbagai macam, remaja yang mennjadi pelaku rentan terkena HIV/AIDS, PMS (Penyakit Menular Seksual), KTD (Kehamilan yang tidak diinginkan) hingga aborsi yang dapat menyebabkan cacat permanen atau berujung pada kematian. Padahal remaja adalah generasi penerus bangsa yang berperan penting dalam maju dan mundurnya bangsa ini yang kelak berperan sebagai orang tua, guru, kyai, penghulu, tokoh masyarakat atau pemimpin bangsa ini sesuai minat dan keahlian yang di miliki.
Menyikapi bahayanya pergaulan bebas, kita sebagai generasi muda harus mawas diri, jangan sampai ikut terlibat di dalamnya. Untuk itu diperlukan berbagai upaya pencegahannya. Dalam karya tulis ini kami akan menghadirkan pembahasan upaya pencegahan pergaulan bebas dikalangan remaja sehingga melahirkan generasi muda yang mempunyai SDM yang berkualitas.
Dalam membuka tabir topik ini, berbagai pertanyaan bergulat di dalam pikiran kritis penulis dan mungkin Anda sebagai pembaca juga penasaran atas perputaran klise kehidupan ramaja sekarang. Apakah dampak, faktor, dan sikap remaja terhadap seks bebas untuk membentengi diri agar terhindar dari pergaulan bebas yang meracuni pikiran dan perilaku remaja itu sendiri? Ini merupakan salah satu pertanyaan dari ribuan pertanyaan yang berkecamuk didalam rotasi syaraf otak. Kita tentunya ingin tahu bagaimana solusi terbaik yang dapat diambil generasi muda karena kondisi pergaulan remaja sekarang sangat mengkhawatirkan dan rawan terhadap pergaulan bebas tanpa batas-batas norma dan nilai-nilai yang berlaku.
Penulis akan mengupas secara logis dan real. Bukan dengan pembahasan yang bersifat mengajari, tapi lebih kepada pembahasan yang bersifat obrolan ringan tapi juga serius separeti curhat dengan sahabat (sharing) yang bertujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dengan aplikasi akhlakul karimah (berperilaku yang mulia) di kehidupan remaja.
Mari kita mulai pembahasan ini dengan pemahaman dasar mengenai munculnya istilah pergaulan bebas. Bukankah pepatah lama mengatakan bahwa ”Tak kenal maka tak sayang”. Sebelum kita berbicara lebih jauh tentang seks bebas di kalangan remaja, tak ada salahnya kita membuka pikiran dengan pemahaman dasar tentang paradigma yang kita bahas.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam peradaban umat manusia, kita patut bersyukur dan bangga terhadap hasil cipta karya manusia, karena dapat membawa perubahan yang positif bagi perkembangan/kemajuan industri masyarakat. Tetapi perlu disadari bahwa tidak selamanya perkembangan membawa kepada kemajuan, mungkin bisa saja kemajuan itu dapat membawa kepada kemunduran. Dalam hal ini adalah dampak negatif yang diakibatkan oleh perkembangan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), salah satunya adalah budaya pergaulan bebas tanpa batas.
Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang mengkhatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul yang berlainan jenis tanpa memperhatikan batas-batas tata cara pergaulan yang sesuai dengan kaidah, norma dan nilai-nilai yang berlaku di agama dan masyarakat. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah ”pacaran” sejak awal masa remaja.
Pacar (teman mesra)??? bagi remaja sekarang merupakan hal mutlak yang harus di miliki dan di lakukan di usia belia. Ini merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya seks bebas. Remaja sekarang berpendapat bahwa pacaran merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar yang tidak sedikit adanya pergeseran perilaku ke arah yang negatif, misalnya adanya aksi adu fisik antara tokoh pesaing tersebut (berkelahi). Sungguh kenyataan ini menggelitik akal sehat kita. Sikap tercela tersebut memberikan kita suatu idiologi yang real bahwa remaja sekarang lebih banyak mengadopsi perilaku yang tidak terpelajar. Sehingga kemerosotan moral semakin terpuruk. Padahal remaja adalah generasi yang memegang tongkat estapet masa depan bangsa Indonesia. Ditangan merekalah semua bergantung. Opini tadi memberikan kita ruang untuk merenungkan kembali tentang betapa pentingnya perilaku yang terpelajar untuk Indonesia yang berintegeritas.
Penyelesaian masalah dalam pacaran hendaknya membutuhkan kerja sama orangtua dengan anak. Misalnya, ketika orangtua tidak setuju dengan pacar pilihan si anak. Ketidaksetujuan ini hendaknya diutarakan dengan bijaksana. Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan. Berilah pengertian sebaik-baiknya. Bila tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga untuk menengahinya. Hal yang paling penting di sini adalah adanya komunikasi dua arah antara orang tua dan anak (komunikatif). Orang tua hendaknya menjadi sahabat anak, bukan malah sebagai tokoh diktator di setiap episode usia perkembangan anak. Orangtua hendaknya selalu menjalin dan menjaga komunikasi dua arah dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak merasa takut menyampaikan masalahnya kepada orangtua.
Sebenarnya penulis tidak menyalahkan dengan dalih para remaja sekarang yang menjunjung tinggi perasaan ”cinta mati” yang menjelma antara pemuda dan pemudi. Hal itu bersifat alami, mengingat hormon pubertas yang mulai bekerja secara aktif di usia-usia belia (pubertas). Namun, yang menjadi perhatian sekarang ialah bagaimana kita menyikapi segala perilaku yang kita perankan. Penulis memberi perhatian lebih dan penekanan terhadap efek samping dari pacaran tersebut. Kita tidak bisa menampik segala rasa yang kemudian menjadi bibit-bibit nafsu yang menodai makna cinta suci itu sendiri. Pertama hanya berpegangan tangan, berangkulan, berpelukan dan kemudian making love (berhubungan intim). ”Bukankah pacaran tanpa menyentuh merupakan salah satu ideologi yang kuno?” begitu tanggapan para pelaku pacaran aktif. Sekarang penulis ingin bertanya ”apakah pembaca tinggal diam apabila pasangan kalian pernah di sentuh dan di kotori oleh orang selain Anda? apakah rasa tersakiti melintas di hati Anda walaupun dengan lantang lisan Anda berkata akan menerima dia dengan apa adanya? dan apakah harus cinta suci di kotori dengan perilaku tidak berakhlak yang kita perbuat (seks bebas/kumpul kebo)?”. Renungkan jawaban Anda dan lihatlah hasilnya, sebening apa selaput yang selama ini menutupi pikiran picik kita. Kalau Anda salah satu pelaku ”pacaran aktif (bebas)” segeralah terjaga dari perilaku Anda yang menyesatkan itu, karena yang rugi diri Anda sendiri, bukan orang lain!
Aktifitas seksual pada dasarnya adalah bagian dari naluri yang pemenuhannya sangat dipengaruhi stimulus dari luar tubuh manusia dan alam berfikirnya. Meminimalkan hal-hal yang merangsang, mengekang ledakan nafsu dan menguasainya secara stabil merupakan salah satu cara menjauhkan diri dari seks bebas. Masa remaja memang sangat memperhatikan masalah seksual. Banyak remaja yang menyukai berbagai hal yang berbau porno, baik yang bisa di nikmati secara visual,dan auditorial baik dari media cetak, meaupun elektronik.
Melihat film dan gambar-gambar yang berbau porno merupakan suatu tantangan yang wajib dipenuhi oleh pikiran kotor (Piktor) remaja sekarang. Semakin bertambah jika mereka berhadapan dengan rangsangan seks seperti suara, pembicaran, tulisan, foto, apalagi dengan sentuhan alat kelamin sendiri (onani/masturbasi). Hal ini akan mendorong remaja untuk ”mencoba” mengetahui lebih intim kegiatan seks yang haram tersebut dan ”mempraktekkannya” dengan teman sebaya (pacar), wanita pekerja seks komersial (PSK, atau lebih tidak bermoral ia melakukan ”prakteknya”dengan keluarga sendiri, misalnya saudara perempuannya. Segalanya bukan tidak mungkin, bila nafsu setan sudah menguasai, maka perilaku kita sudah layaknya seperti setan yang paling laknat hidup di bumi. Maka, berhati-hatilah. Jaga jiwa dan raga Anda sebaik-baiknya. Jangan sampai terperdaya dengan tipuan setan yang membutakan segalanya.
Kedua, lingkungan yang tidak baik. Kita tidak dapat menutup mata terhadap lingkungan dan pergaulan yang bersentuhan langsung dengan aktifitas sosial kita. Beragam lapisan masyarakat membaur dan mendoktrin cara kita bertingkah laku. Jadi, cobalah ,tenempatkan diri Anda di lingkungan yang baik sehingga akan membentuk tingkah laku yang selaras, baik di pandangan Tuhan YME., dan makhluk-Nya. Pergaulan yang tidak baik dan membebaskan segala bentuk perilaku seksual berupa hal-hal yang berbau pornografi dan pornoaksi di kalangan anak-anak dan remaja di bawah umur mendorong perkembangan mental yang durjana pada setiap anak bangsa, baik yang sengaja maupun tidak untuk melihat semua media yang tidak senonoh tersebut. Hal ini perlu perhatian total, karena pengaruh lingkungan dan pergaulan berdampak lebih mengena di jiwa-jiwa yang haus dengan keingintahuan yang besar di masa-masa kritis mereka (usia belia).
Ketiga, teman yang memproklamasikan seks bebas sebagai arah kepuasan duniawi yang dicari di hidupnya. Hati-hatilah saat memilih teman, jangan mudah terpengaruh terhadap ajakan-ajakan yang menyimpang dari norma dan nilai-nilai agama. Terkadang teman bisa saja menjadi tokoh yang menjerumuskan ke jurang kegelapan. Biasanya apabila teman kita sudah jatuh kedalam jurang hitam tersebut, maka besar kemungkinan dia mencari teman yang sama seperti yang dia alami. Mereka mempunyai potensi besar untuk menjadikan kamu sebagai tumbal kegelapan hidup.
Tentunya sebagai manusia, dia yang telah terkotori ingin mempunyai teman senasib. ”Bukankah semakin banyak orang yang menanggung suatu masalah akan menjadi lebih ringan apabila di lalui bersama?” Begitu pikiran sesat yang berotasi di otak mereka. Jadi, bentengi diri Anda dengan iman dan pemahaman agama yang baik, sehingga apabila ada yang mencoba mempengaruhi Anda, maka Anda sudah kuat untuk menghindar dari doktrin-doktrin setan tersebut dan alangkah lebih baik apabila Anda berbalik dapat mempengaruhinya agar kembali ke jalan yang benar. Penulis, berpesan apabila pembaca berteman atau bergaul dengan orang-orang yang sesat, maka jangan langsung menjauhinya. Berilah pencerahan jiwa kepada teman anda tersebut, rangkullah dia ke jalan yang di ridhoi Tuhan. Dan apabila dia tetap bersikukuh tidak ingin meninggalkan dunia hitamnya, maka renggangkan jarak antara kalian, serta do’akanlah dia kepada sang Pencipta agar dia kembali meniti jalan kebenaran di hidupnya.
Penulis yakin, setiap agama mengecam bahkan mengutuk perilaku seks bebas, karena memang perilaku setan tersebut mendatangkan berbagai keburukan bagi pelaku, keluarga, dan lingkungan tempat tinggalnya. Tentu telah banyak larangan yang berupa petuah/nasehat dari berbagai kalangan, baik dari pihak orang tua, pendidik, tokoh agama ,serta para medis. Semuanya beragumen senada dangan berbagai presepsi yang berbeda. Selain aib yang dapat merusak citra diri, keluarga dan lingkungan, pergaulan bebas berpotensi membuat kita mengidap penyakit-penyakit bebahaya seperti HIV/AIDS, PMS (Penyakit Menular Seksual), KTD (Kehamilan yang tidak diinginkan) yang berujung pada kematian. Jadi, masih conggakkah jiwa kita yang sarat dengan dosa ini menghadap sang khaliq dengan perilaku tersebut?! Renungkanlah saudaraku, selagi kita belum terlambat! Tuhan masih melimpahkan kasih sayang-Nya yang berlimpah untuk kita syukuri dan nikmati dengan berbuat yang terbaik di sisa umur kita di dunia yang fana ini.
Sebagai sesama remaja, penulis mencoba mengajak pembaca semua untuk merenungi segala faktor, dampak dan sikap kita dalam menghadapi perilaku seks bebas. Kami menyadari gejolak keingintahuan Anda yang sangat besar terhadap segala yang berkaitan dengan ”aktifitas seksual”. Anda boleh mempelajarinya sebagai sex education yang masih mempunyai sekat pemisah antara keingintahuan dan nafsu yang berkuasa. Itu hal yang alami dan wajar bagi kita. Namun, segala perilaku hendaknya di barengi dengan pemikiran yang logis dan terarah tanpa mengedepankan egois untuk ”melakukannya” secara dini.
Ada saatnya nanti kita ”melakukannya”. Itupun apabila fisik, dan spikis kita benar-benar sudah dewasa dan benar-benar telah berhak untuk memiliki pendamping hidup. Terlalu dini buat kita untuk merasakan kenikmatan semu itu dengan cara setan (seks bebas/kumpil kebo). Karena untuk memiliki cinta yang hakiki (aktifitas seksual yang halal) memerlukan penyatuan yang besar, bukan hanya dua hati tapi dua keluarga yang berbeda kultur adat, dan budaya, bahkan boleh jadi stigma bahasa juga.
Penulis menpunyai beberapa solusi atas stigma yang kita obrolkan saat ini. Pertama, adanya PIK- Remaja (pusat informasi kesehatan-remaja) yang memberikan pelayanan konsultasi tentang segala informasi kesehatan, dan curahan hati para remaja yang di tangani oleh remaja juga (konselor sebaya) yang tentu saja dengan bimbingan para pakarnya (psikolog, para medis, dan guru). Media ini sangat efektif untuk remaja sekarang, mengingat remaja mempunyai masalah kesehatan dan kehidupan percintaan yang sangat sensitif di ceritakan kepada orang tua. Mereka takut digurui, selain itu rasa segan yang besar mengluluhkan keinginan untuk berbagi dengan orang tua. Hal ini memberikan ruang yang lebih luas untuk kita berpikir kedepan agar persoalan di berbagai masalah remaja dapat di atasi dan mendapatkan solusi yang terbaik dengan suasana persahabatan.
Kedua, adanya sex education yang di berikan di sekolah, seminar, dan diskusi. Sehingga masalah seks, bukan lagi sebagai hal yang tabu bagi remaja di setiap tingkat usia (remaja awal, remaja madya, dan remaja akhir). Dengan pendekatan ini di harapkan pengetahuan remaja semakin bertambah luas dan tidak terjerumus kepada hal-hal yang mengarah ke arah negatif masalah seksual di usia belia.
Ketiga, hubungan yang komunikatif antara orang tua dan anak memberikan peran lebih intim pada pendekatan pertama pengetahuan seks yang lebih positif. Orang tua bisa mengarahkan ideologi anak dengan penuturan yang real dan logis. Usahakan pendekatan ini bersifat kekeluargaan dan tidak otoriter. Jadilah, sahabat untuk anak di waktu-waktu senggang keluarga. Suguhkan obrolan yang ringan dan diskusi kecil tentang masalah seks dan masalah pribadi (percintaan) yang mengekang anak. Orang tua harus bisa menjadi pendengar dan pemberi sousi yang bijak. Ini menjadi interinsik stimulus yang optimal yang dapat di rasakan remaja secara langsung secara kekeuargaan dan tanpa beban. Singkatnya, keterlibatan semua pihak dalam meluruskan gejolak seksual remaja sangat di perlukan.
Penulis berpesan kepada seluruh remaja Indonesia agar lebih berpikir positif dalam menjalani kehidupan remaja. Nikmati saja masa remaja Anda dengan hal-hal yang lebih bermanfaat, seperti berkompetensi secara sportif dalam akademik, maupun non akademik, mencari teman sebanyak-banyaknya, menambah wawasan dengan banyak berdiskusi dan belajar bersama, dan segudang aktifitas yang lebih bermanfaat dan bahkan dapat mengangkat derajatmu di hadapan Tuhan YME. dan makhluk-Nya. ”Bukankah hal-hal tersebut lebih menyenangkan dan lebih mensucikan hati kita ketimbang melakukan perilaku-perilaku menyimpang seperti seks bebas, narkoba, dan perilaku setan lainnya?”. Jadi, mari kita berpegangan tangan dengan menyatukan tekad membangun bangsa yang lebih sehat dan berintegeritas.
Mari kita sejajarkan Indonesia dengan negara-negara maju di belahan dunia dengan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dalam mengelola rahmat Tuhan melalui sumber daya alam (SDA) yang melimpah di pangkuan bunda pertiwi ini. Jangan pernah kita mengendurkan semangat anak bangsa dengan perilaku-perilaku yang mencoreng citra bangsa. Jangan biarkan negara lain memandang Negara Indonesia dengan sebelah mata. Kita harus tunjukkan pada dunia kalau kita berhak ”di segani” sebagai negara yang makmur, sejahtera dan berwawasan luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar