Rabu, 28 Agustus 2013

Munasabah:"Mengapa aku menjadi manusia?"

"Suka dan dukamu adalah ujian dariNya. Allah hendak mengetahui seberapa paham yang telah engkau pelajari, bukan seberapa banyak engkau belajar" Nasehat mama.

Kata-kata itu begitu menyentuhku dan membuatku berpikir lebih jauh tentang pertanyaanku selama ini kepadaNya, "Mengapa aku harus menjadi manusia di bumi ini? yang merasakan di kandung, di lahirkan, di besarkan, lalu menghadapMu kembali. itupun aku tidak tahu, apakah aku akan Engkau sambut dengan kebahagiaan atau dengan kemurkaan atas jalan yang kupilih selama di dunia ini". 

Sempat ku menerka bahwa hidupku lebih bahagia saat aku berada dekat denganNya sebelum aku diturunkan ke bumi melalui rahim seorang wanita yang ku sebut, "Mama".

"Jika aku masih berada di sisiNya aku tidak akan merasakan pahit, manis, sesat, dan selamat dari rimba kehidupan" pikirku liar.

1992 hingga kini 2013, itu adalah rengang waktu yang telah ku jalani di dunia ini. terhitung semenjak 1997 hingga kini, kurang lebih 16 tahun aku selalu bertanya, "mengapa aku harus menjadi manusia?"

“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56)

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa yang berguna bagi manusia, dan yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan di antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." (QS Al Baqarah: 164)

Yup, TAUHID!
Itu bentuk jawaban dari yang aku cari selama ini
Allah SWT. ingin yang berada di sisiNya kelak mengenalNya karena keyakinan padaNya dengan proses pencarian, dan ujian, bukan karena terbiasa dan akhirnya tidak tahu apa-apa tentangNya, hanya sekedar yakin oleh keterbiasaan. Allah ingin manusia menjadi hamba yang KUAT. Ia memuliakan manusia dengan caraNya dan membiarkan manusia untuk memilih mendekatiNya atau menjauhiNya.

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Setiap kali keberadaan sesuatu semakin bermanfaat bagi hamba sementara kebutuhan dirinya kepada hal itu sangatlah besar maka rasa sakit akibat kehilangannya juga semakin menyakitkan…” (ad-Daa’ wa ad-Dawaa’, hal. 223 cet Dar al-’Aqidah 1423 H)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Ibadah adalah suatu istilah yang memadukan rasa cinta yang sempurna untuk Allah dan puncaknya serta perendahan diri yang sempurna kepada Allah dan puncaknya. Adapun kecintaan yang tidak diiringi dengan perendahan diri tidak disebut ibadah, demikian pula perendahan diri yang tidak dilandasi dengan kecintaan juga bukan ibadah. Sesungguhnya yang dimaksud dengan ibadah itu hanyalah apabila terkumpul kedua hal itu dengan sempurna.” (dikutip dari Qurratul ‘Uyun al-Muwahhidin, hal. 3, lihat juga Mi’ataa Su’alin wa Jawabin fil ‘Aqidah oleh Hafizh al-Hakami, hal. 10, at-Tam-hid, hal. 13).

“Sesungguhnya hakekat tauhid itu adalah mengesakan Allah Yang Maha Suci dalam beribadah.” (lihat Syarh Kasyfu asy-Syubuhat fi at-Tauhid, hal. 17 cet. Dar Jamilurrahman as-Salafy). Oleh sebab itu para nabi dan rasul serta pengikut mereka menjadikan dakwah tauhid sebagai dakwah yang paling utama dan paling diprioritaskan, sebagaimana disebutkan dalam kisah pengutusan Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu seorang diri untuk berdakwah ke Yaman. Nabi memerintahkan Mu’adz, “Jadikanlah yang pertama kali kamu dakwahkan kepada mereka hendaknya mereka beribadah kepada Allah ‘azza wa jalla. Apabila mereka telah mengenal Allah maka kabarkanlah bahwa Allah mewajibkan mereka untuk melakukan sholat wajib lima waktu setiap sehari semalam.” (HR. Bukhari dan Muslim) (lihat Shahih Muslim yang dicetak bersama Syarahnya [2/47-49]). Riwayat hadits ini menunjukkan bahwa tujuan utama diutusnya para da’i adalah untuk menyeru manusia agar beribadah kepada Allah semata dan supaya mereka tidak menyekutukan-Nya, dan itulah makna dari ma’rifatullah (mengenal Allah) yang sejati. Seorang tidak bisa disebut mengenal Allah selama dia belum mentauhidkan-Nya dalam beribadah, camkanlah hal ini…

Allah tidak marah ketika manusia menghadapNya tanpa harta
Allah tidak marah ketika manusia menghadapNya tanpa tahta
Tapi, Allah marah ketika manusia menghadapNya tanpa IMAN

Bukankah keris nan indah di hasilkan oleh tempaan palu dan panasnya pembakaran???

Mari sama-sama kita memperbaiki tauhid, diri, dan ibadah kepadaNya_^


1 komentar: