Adakah engkau mengerti, Malam, daun yang jatuh
dan menyentuh keningmu yang langsat itu, kini, masih seperti dulu, hijau
kekuningan seperti wajah matahari pagi hari, di sela rimbun dedaunan taman
kita?! Dan, tahukah engkau, Malam, di mana daun itu sekarang?!
Di sini, Malam, di sini, di telapak tanganku. Telapak tangan yang katamu selalu berbau lumpur sawah. Berbau amis ikan dan air-air payau pertambakan!"Suara itu terbawa angin, terpantul-pantul di antara kabel-kabel listrik, kabel-kabel telepon, hitam asap pabrik, deru mobil dan motor, seperti mimpi yang penuh janji. Mengembara sepanjang waktu; sejak subuh pecah sampai rembulan rekah, lalu kembali, menelusup, masuk ke dalam lubang kecil sebuah ruang sempit, kepada tuan dengan napas menggigil, tuan yang tersengal dalam tarikan dan embusan
Di sini, Malam, di sini, di telapak tanganku. Telapak tangan yang katamu selalu berbau lumpur sawah. Berbau amis ikan dan air-air payau pertambakan!"Suara itu terbawa angin, terpantul-pantul di antara kabel-kabel listrik, kabel-kabel telepon, hitam asap pabrik, deru mobil dan motor, seperti mimpi yang penuh janji. Mengembara sepanjang waktu; sejak subuh pecah sampai rembulan rekah, lalu kembali, menelusup, masuk ke dalam lubang kecil sebuah ruang sempit, kepada tuan dengan napas menggigil, tuan yang tersengal dalam tarikan dan embusan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar